Sengketa Tanah Purwo Raharjo Berlanjut, Ahli Waris Sebut Masih Bayar PBB 

KLATEN – Sengketa kepemilikan tanah Pasar Purwo Harjo di desa Teloyo, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Klaten terus berlanjut usai ahli waris pemilik tanah atas nama Slamet Siswosuharjo, Sri Mulasih melayangkan gugatan di Pengadilan Negeri (PN) Klaten belum lama ini.

Gugatan ini dilakukan untuk mencari keadilan tanah milik mereka yang diduga diserobot, padahal sampai saat ini pihak penggugat masih memiliki sertifikat hak milik.

Dalam sidang lanjutan dengan agenda mediasi pada Rabu (4/62025) pagi tadi berakhir dengan tidak ada kesepakatan atau deadlock dari pihak penggugat yaitu ahli waris maupun pihak tergugat dalam hal ini Pemerintah Desa Teloyo, Pemkab Klaten, BPKAD Klaten dan BPN Klaten.

Ditemui awak media usai sidang, Kuasa Hukum penggugat, Asy’adi Rouf dan Juned Wijayatmo menegaskan bahwa permintaan tukar guling tanah tersebut tidak disepakati oleh pihak tergugat.

“Manakala kita menanyakan tentang tukar guling, majelis hakim mediasinya mengatakan bahwasanya pihak tergugat tidak mampu untuk mengganti itu,” ungkap Juned.

Asy’adi Rouf menambahkan bahwa sebenarnya kasus gugatan yang dilayangkan oleh kliennya tidak bakal terjadi ketika pihak Pemerintah Desa (Pemdes) Teloyo melakukan pemenuhan janji tukar guling tanah sesuai hukum yang berlaku.

“Tanah orang tua klien kami seluas 2.500 meter persegi itu yang sekarang telah dibangun pasar itu didalilkan oleh pihak sana kan sudah ditukar guling melalui rembug desa pada tahun 1958. Padahal pasar baru ada tahun 1960-an, jadi di situ sudah nggak nyambung. Kemudian ya memang tidak ada tukar guling (yang sah), makanya di mediasi tadi kita minta tukar gulingnya. Kalau sudah ada tukar guling, dimana (lokasinya), kapan, terus obyeknya mana,” kata Asy’adi Rouf.

Sementara itu, Sri Mulasih menegaskan sampai hari ini pihaknya masih membayar iuran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) atas tanah tersebut. Menurutnya hal itu menjadi bukti kuat bahwa belum ada kesepakatan terkait tukar guling antara sang ayah sebagai pemilik tanah dengan Pemerintah Desa.

“Sampai sekarang tahun 2025, sampai detik ini kami ahli waris masih bayar PBB. Dan sertifikat (tanah) itu di Amar putusan itu masih jelas banget tertulis sertifikat 588 masih atas nama Slamet Siswosuharjo, itu bapak saya,” jelas Sri Mulasih.

Di sisi lain, kuasa hukum tergugat yakni Pemkab Klaten dan Pemdes Teloyo dipercayakan pada Kabag Hukum Pemkab Klaten Sri Rahayu, Trisna Tirtana dan Linda Dahlia menegaskan bahwa tukar guling sudah terlaksana sejak tahun 1967.

”Kegiatan tukar menukar itu sudah sejak tajun 1967, ada bukti di buku rembuk Desa Teloyo, Kecamatan Wonosari, Klaten,” kata Trisna Tirtana di PN Klaten.

Linda Dahlia menambahkan bahwa sebenarnya tukar guling sudah terlaksana sejak tahun 1967 silam usai digelarnya musyawarah desa pada saat itu.

“Duduk permasalahannya itu sebenarnya pada tahun 1967 itu sudah terjadi tukar menukar antara Pemerintah Desa Teloyo dengan Pak Slamet Sis, orang tua penggugat. Pak Slamet Sis pada waktu itu mendapatkan tanah tukar berupa sawah, kemudian berdasarkan musyawarah desa yang tercatat sudah disepakati untuk jadi pasar. Seiring berjalannya waktu di tahun 2000-an keluarga pak Slamet Sis menyatakan bahwa tanah tersebut milik kami. Karena memang pensertifikatannya masih atas nama Pak Slamet Sis dan itu dikeluarkan tanpa sepengetahuan kami waktu itu padahal sudah terjadi tukar menukar,” terang Linda.

Linda juga menambahkan bahwa proses tukar guling tanah sedang diproses oleh pihak pemerintah desa. Namun proses di Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Klaten harus terhenti lantaran ada gugatan dari pihak ahli waris.

“Sebenarnya kita sudah berproses di BPN terkait putusan Pengadilan yang menyatakan bahwa tanah tersebut adalah tanah desa dan pembatalan sertifikat di putusan tersebut di perkara gugatan 25 Pdt G/ 2020/PN Kln bahwa sertifikat hak milik sudah dibatalkan dan menyatakan tanah itu milik pemerintah desa. Kita sudah ajukan ke BPN termasuk pembatalan sertifikat tapi karena ada perkara ini jadi prosesnya ditunda dulu sampai perkara ini selesai,” pungkasnya.

Lahan Pasar Purwo Raharjo yang dulu sebelum renovasi adalah Pasar Babadan sudah menjadi milik desa, karena oleh desa sudah ditukar lahannya.

Sengketa tanah tersebut sebenarnya telah bergulir sejak lama dan masuk ranah meja hijau pada tahun 2018. Dan pada tahun 2020, pemerintah desa menggugat ahli waris ke PN Klaten dengan nomor gugatan 25 Pdt G/ 2020/PN Kln. Gugatan tersebut kala itu dimenangkan oleh pihak Pemerintah Desa.