Daya Beli Vs Ketenagakerjaan Melemah
Surabaya, – Daya beli masyarakat Indonesia, khususnya di Jawa Timur, menunjukkan tanda-tanda pelemahan. Hal ini diperparah dengan kondisi ketenagakerja akibat tingkat Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), meskipun TPT (Tingkat Pengangguran Terbuka) 2024 lalu menurut BPS menurun menjadi 4,19 % dari 4,88 % pada tahun sebelumnya.
Dosen bisnis dan ekonomika dari Universitas Surabaya, Hayuning Purnama Dewi,M.Med.Kom., M.M., CPM (Asia), CMA, menyoroti dampak dari fenomena ini adalah kecenderungan masyarakat untuk menahan uangnya ketimbang membelanjakannya. “Masyarakat lebih menahan uangnya. Masyarakat lebih berhati hati dalam mengelola pengeluaran khususnya konsumsi rumah tangga,” jelas Hayuning.
Berdasar data, kenaikan rata-rata upah buruh di Jatim masih lebih rendah dibanding rata rata upah seluruh provinsi di Indonesia. “Rata-rata upah kita di Jatim perubahannya 2,23%, sedangkan di Indonesia dari rata-rata perubahannya dari tahun sebelumnya 2.81%,” tambah Hayuning. Rata-rata upah buruh dari Agustus 2023 ke Agustus 2024 tumbuh 2,81 persen dari 3,18 juta rupiah menjadi 3,27 juta rupiah.
Siklus ini menciptakan lingkaran setan di mana permintaan yang rendah menyebabkan perlambatan produksi dan investasi, yang pada gilirannya berdampak pada pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja. Ketidakpastian ekonomi, seperti inflasi dan pendapatan bergejolak atau kekhawatiran akan stabilitas pekerjaan di masa depan, seringkali menjadi pemicu utama perilaku menahan diri dalam berbelanja.
Menurut Hayuning, salah satu masalah utama yang perlu menjadi perhatian serius adalah kualitas angkatan kerja. Hampir diatas 50% angkatan kerja kita ada di sektor informal. Kondisi ini menunjukkan kerentanan yang tinggi karena pekerja di sektor informal cenderung memiliki pendapatan yang tidak stabil, minim jaminan sosial, dan kurangnya akses terhadap peningkatan keterampilan, yang pada akhirnya memengaruhi daya beli mereka secara signifikan.
Selain itu, Hayuning juga menyoroti peran penting jumlah populasi penduduk Jawa Timur yang meningkat dan letak geografis juga bisa mempengaruhi daya beli. Distribusi ekonomi yang belum merata, menciptakan persaingan pasar yang ketat dan tekanan pada harga barang dan jasa, sehingga memberatkan konsumen.
Meskipun tingkat pengangguran terbuka secara persentase turun, namun jumlah pengangguran yang masih tinggi di angka 7,28 juta orang tetap menjadi pekerjaan rumah besar. Angka ini mencerminkan bahwa meskipun ada perbaikan kecil dalam persentase, masalah fundamental terkait penyerapan tenaga kerja secara keseluruhan masih belum teratasi dengan baik. Hal ini bisa jadi disebabkan oleh ketidaksesuaian antara keterampilan yang dimiliki angkatan kerja dengan kebutuhan pasar, atau kurangnya lapangan kerja yang memadai di sektor formal.
Hayuning Purnama Dewi menekankan bahwa untuk mengatasi tantangan ini, diperlukan strategi komprehensif yang tidak hanya berfokus pada penurunan angka pengangguran secara parsial, tetapi juga pada peningkatan kualitas angkatan kerja, stabilisasi pendapatan, dan pemulihan kepercayaan konsumen. Tanpa intervensi yang tepat, pelemahan daya beli dan rapuhnya sektor ketenagakerjaan dapat menghambat potensi pertumbuhan ekonomi Indonesia secara keseluruhan.