Kasus Narkoba di Solo Turun, Jenis Barang Bukti Justru Kian Beragam
SOLO – Peredaran narkoba di Kota Solo, Jawa Tengah, menunjukkan tren penurunan sepanjang tahun 2025. Meski demikian, aparat mencatat adanya perubahan signifikan pada jenis narkotika yang beredar di masyarakat.
Berdasarkan data Polresta Solo, jumlah perkara narkoba pada 2025 tercatat sebanyak 126 kasus. Angka tersebut menurun dibandingkan tahun 2024 yang mencapai 143 kasus atau berkurang 17 kasus. Dari pengungkapan tersebut, polisi menetapkan total 167 orang sebagai tersangka.
Kapolresta Solo Kombes Pol Catur Wibowo Cahyono mengungkapkan, penurunan jumlah kasus tidak serta-merta diikuti dengan berkurangnya variasi narkoba. Justru, jenis barang bukti yang diamankan semakin beragam.
“Jika sebelumnya didominasi sabu, ganja, dan pil seperti inex, kini barang bukti jauh lebih bervariasi, mulai dari tembakau gorila, cairan sintetis, obat-obatan berbahaya, hingga psikotropika,” ujar Catur saat ditemui, Selasa (33/12/2025).
Adapun total barang bukti yang berhasil diamankan sepanjang 2025 meliputi sabu seberat 808,66 gram, ganja 50,06 gram, tembakau gorila 2.786,99 gram, cairan sintetis 205,70 gram, pil ekstasi 55 butir, obat-obatan berbahaya 480 butir, serta psikotropika 50 butir.
“Secara keseluruhan ada tujuh jenis barang bukti. Ini menunjukkan peredaran narkoba semakin kompleks, begitu pula latar belakang penggunanya,” jelasnya.
Dari hasil pemetaan, kelompok usia 30–39 tahun masih mendominasi pengguna narkoba. Namun, penyalahgunaan juga ditemukan pada kelompok usia lain, mulai 19–24 tahun, 25–29 tahun, 40–49 tahun, hingga di atas 50 tahun.
Sementara dari sisi sosial, pelaku dan pengguna berasal dari berbagai kalangan, mulai pelajar, mahasiswa, pekerja, hingga pengangguran. Catur menambahkan, pola peredaran narkoba pada dasarnya masih sama, tetapi metode dan sistemnya terus berkembang mengikuti kemajuan teknologi.
“Cara-cara lama banyak terungkap, sehingga pelaku menyesuaikan modusnya,” ujarnya.
Sebagai langkah antisipasi, Polresta Solo membentuk tim terpadu yang melibatkan Bhabinkamtibmas, Bimas, Sabhara, Reskrim, dan Satresnarkoba. Tim ini aktif melakukan edukasi, khususnya ke sekolah-sekolah, mulai dari jenjang SD hingga SMA.
“Melalui kegiatan ini, kami ingin menanamkan pemahaman bahwa tugas kepolisian tidak hanya penegakan hukum, tetapi juga pencegahan dan pembinaan masyarakat,” katanya.
Menurutnya, masyarakat selama ini lebih mengenal patroli Tim Sparta sebagai upaya preventif. Padahal, fungsi kepolisian mencakup banyak lini yang saling melengkapi.
Penyampaian edukasi dilakukan secara bertahap agar pelajar memahami bahwa penegakan hukum merupakan langkah terakhir setelah upaya pencegahan dilakukan.
“Dengan patroli dan peran Bhabinkamtibmas, kejahatan bisa dicegah. Jika ada kesempatan tapi tidak ada niat, kejahatan tidak terjadi. Begitu pula sebaliknya,” jelas Catur.
Ia menegaskan, edukasi menjadi kunci penting di tengah semakin beragamnya bentuk narkotika yang kini tidak hanya berupa zat padat, tetapi juga cair dan bentuk lainnya.
“Oleh karena itu, pemahaman sejak dini kepada pelajar sangat penting agar mereka mengenali bahaya dan ragam narkoba,” pungkasnya.

