Pernikahan Usia Dini, Hambat Penurunan Angka Stunting di Jatim

SURABAYA – Seiring meningkatnya angka pernikahan usia dini menjadi penghambat percepatan persoalan gagal tumbuh kembang pada (stunting) di Jawa timur.

Kepala Bidang Pelatihan dan Pengembangan Perwakilan BKKBN Provinsi Jawa Timur, Sukanto mengungkapkan dari data pengadilan Tinggi Agama Surabaya mulai Januari hingga Agustus 2022, ada 10.275 kasus pengajuan dispensasi nikah dan yang dikabulkan sebanyak 9.863 kasus.

ini menunjukkan angka pernikahan usia dini masih tergolong tinggi, sehingga dikhawatirkan bisa menghambat program percepatan penurunan stunting dari pemerintah.

“Kami sangat prihatin di Jatim angka pernikahan usia dini masih tinggi,” jelas Sukamto, Kamis (29/12/2022).

Masih menurutnya, ada sepuluh Kabupaten/Kota dengan angka pernikahan dini tertinggi di Jatim, dan ini linier dengan masih tingginya angka stunting di daerah tersebut.

BKKBN mengharapkan dukungan ibu-ibu bidan untuk membantu memberikan KIE kepada masyarakat akan pentingnya Pendewasaan Usia Pernikahan (PUP) dimana BKKBN menganjurkan usia ideal menikah bagi wanita di usia 21 tahun dan pria usia 25 tahun.

Sukamto menjelaskan, sebagaimana Perpres 72 dengan target prevalensi angka stunting di Indonesia adalah 14 persen pada tahun 2024.

Saat ini, berdasarkan angka dari SSGI 2021 masih 23,5 persen di Jawa Timur.

Strategi percepatan penurunan angka stunting telah dilaksanakan BKKBN Jatim, diantaranya telah membentuk Tim Pendamping Keluarga (TPK) yang terdiri dari unsur Bidan/Tenaga Kesehatan, TP-PKK dan Kader KB. Jumlah personil TPK di Surabaya ada 6.642 orang, dan se-Jawa Timur sebanyak 93.729 orang.

Hingga saat ini BKKBN telah menggalakkan beberapa program yang akan dilakukan untuk mencegah stunting.

Antara lain, program perencanaan kehamilan untuk menjaga jarak kehamilan yang juga menentukan kualitas anak, dan program perencanaan pra nikah.

“Perencanaan keluarga sangat berperan penting untuk mengurangi angka stunting, termasuk perencanaan keluarga baru atau perencanaan calon pengantin,” ujarnya.

Pendekatan tersebut perlu dilakukan sejak dini, dari hulu memberi konseling pra nikah mencegah terjadinya stunting memberi pemahaman tentang kesehatan reproduksi, termasuk persiapan psikologi dan ekonomi.

Sementara itu, Pakar Komunikasi Universitas Airlangga (Unair), Dr Suko Widodo mengungkapkan salah satu upaya mengurangi pernikahan dini untuk mencegah stunting bisa dilakukan dengan edukasi di segala lini masyarakat.

“Pemberitaan media massa juga menjadi salah satu media edukasi saat ini. Apalagi media saat ini tak hanya berbasis cetak, tetapi juga hingga ranah media sosial yang kini akrab di masyarakat,” urainya.

Menyasar edukasi lewat media sosial juga akan lebih tepat dikakukan sesuai dengan sasaran BKKBN yaitu anak muda.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *