Bajaj Maxride Viral di Solo, Polisi dan Dishub Tegaskan Belum Kantongi Izin Operasional
SOLO — Munculnya kendaraan roda tiga berwarna mencolok yang dikenal sebagai Bajaj Maxride tengah menjadi sorotan warga Kota Solo. Keberadaannya yang beberapa kali terlihat melintas di sejumlah ruas jalan kota membuat warganet ramai membicarakannya di media sosial.
Namun di balik viralnya kendaraan ini, otoritas setempat memastikan Bajaj Maxride belum mendapatkan izin resmi untuk beroperasi di wilayah Kota Solo.
Kasatlantas Polresta Solo Kompol Agung Yudiawan menyampaikan bahwa pihaknya sudah berkoordinasi dengan Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Solo guna menelusuri legalitas dan kelengkapan administrasi kendaraan tersebut.
“Kami sudah menindaklanjuti informasi mengenai bajaj yang viral itu. Saat ini kami masih memastikan apakah kendaraan dan pengemudinya memenuhi persyaratan administrasi dan teknis, seperti STNK, SIM, serta izin operasionalnya,” jelas Agung, Rabu (8/10/2025).
Agung menuturkan, hingga kini pihak kepolisian belum menerima pemberitahuan atau laporan resmi dari pengelola maupun aplikator Maxride. Ia menegaskan, semua informasi sejauh ini hanya bersumber dari media sosial tanpa adanya komunikasi formal.
“Sampai saat ini kami belum dihubungi secara resmi oleh pihak aplikator. Kami juga sudah berkoordinasi dengan Dishub untuk menelusuri asal-usul dan status resmi kendaraan itu,” tambahnya.
Karena statusnya masih belum jelas, pihak kepolisian mengimbau agar operasional Bajaj Maxride dihentikan sementara hingga seluruh izin dan dokumen resmi terpenuhi. Langkah ini diambil demi menjaga ketertiban dan keselamatan pengguna jalan.
“Kami menyarankan agar operasionalnya ditunda dulu sampai semua perizinan lengkap. Kalau sudah sesuai aturan, tentu kami dukung inovasi ini. Tapi selama belum ada dasar hukum yang jelas, sebaiknya jangan dulu beroperasi,” tegas Agung.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa pihaknya tidak akan segan memberikan sanksi jika ditemukan pelanggaran, baik dari sisi kendaraan maupun pengemudinya.
“Kami terbuka terhadap inovasi transportasi baru, tapi tetap harus mengikuti regulasi. Bila di lapangan ada pengemudi tanpa SIM atau kendaraan tanpa surat lengkap, tentu akan kami tindak sesuai aturan,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Perhubungan Kota Solo, Muhammad Taufiq, menyampaikan bahwa pihaknya juga belum menerima koordinasi apa pun dari pihak Maxride. Bahkan hingga kini, Dishub masih menelusuri keberadaan kantor serta penanggung jawab dari layanan tersebut.
“Kami belum mendapatkan informasi resmi. Kami juga masih mencari tahu siapa operatornya, di mana kantornya, dan bagaimana legalitasnya. Padahal untuk beroperasi di Solo, wajib ada izin dari pemerintah daerah,” ungkap Taufiq.
Ia menjelaskan, secara klasifikasi kendaraan, Bajaj Maxride termasuk kategori roda tiga bermotor, bukan angkutan umum berizin. Oleh sebab itu, pemerintah perlu mengkaji lebih dalam dasar hukum dan sistem pengoperasiannya.
“Dalam aturan, transportasi online terbagi dua, yaitu angkutan sewa khusus dan ojek online. Sedangkan bajaj ini masih di luar dua kategori tersebut. Jadi perlu ada kajian lebih lanjut karena di Solo kendaraan seperti ini belum pernah ada,” jelasnya.
Taufiq menambahkan, di kota lain seperti Jakarta, bajaj telah diatur secara resmi sebagai angkutan umum dengan izin trayek yang jelas. Namun di Solo, belum ada regulasi yang mengatur kendaraan jenis ini.
“Kalau di Jakarta, sudah diatur dan diakui sebagai angkutan umum. Tapi di Solo belum ada payung hukumnya, jadi kami harus meninjau dari berbagai aspek sebelum memberikan izin,” lanjutnya.
Untuk menindaklanjuti fenomena ini, Dishub dan Satlantas Polresta Solo akan menggelar rapat koordinasi lintas instansi. Pertemuan tersebut akan menjadi dasar bagi Pemkot Solo dalam menetapkan kebijakan resmi terkait operasional Bajaj Maxride.
“Kami akan duduk bersama Satlantas dan instansi terkait untuk menentukan langkah penanganannya. Kalau memang belum berizin, sementara harus dihentikan dulu sambil kami mencari tahu siapa pengelolanya,” tutur Taufiq.
Ia juga menambahkan, kemunculan Bajaj Maxride ternyata tidak hanya terjadi di Solo, tetapi juga di beberapa kota lain seperti Semarang. Oleh karena itu, pihaknya berencana berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah agar kebijakan yang diterapkan dapat seragam.
“Fenomena ini juga muncul di kota lain, jadi kami akan koordinasi dengan pemerintah provinsi supaya kebijakannya tidak berbeda-beda dan masyarakat tidak bingung,” tutupnya.