Omakaryo Tempat Cangkruk Bernuasa Retro di Pusat Kota Surabaya
Surabaya – Mengusung konsep pedesaan, Kedai Omakaryo yang berada di jalan Saronojiwo Jiwo Gg II/4 Panjang Jiwo Kecamatan Tenggilis Mejoyo, Menawarkan suasana yang berbeda ditengah kota Surabaya.
Berbeda dengan konsep coffeshop yang mulai menjamur di perkotaan, Omakaryo manggunakan konsep pedesaan dengan lengkap dengan tanamana hidroponic. Tak hanya itu saja, motor-motor tua yang menjadi pelengkap hiasan di sudut-sudut kedai.
Fakhrizan Husainudin pemilik dan pendiri Kedai Omakaryo menjelaskan ciri khas yang dimiliki kedai miliknya terletak pada misi yang diusungnya. Misi yang dimaksud ialah menerapkan zero plastic. Tak hanya itu, kedai yang dirintis ini juga mengusung 3 konsep yakni tropical, joglo dan full outdoor.
Fakhri menjelaskan upaya untuk menerapkan zero plastic ini bukan hal yang mudah, pasalnya masyarakat sudah terbiasa dengan penggunaan plastik di setiap aktivitasnya.
“Perlahan kita mencoba, mengedukasi dan meminimalisir penggunaan plastik,”terang Fakhri yang juga Alumnus Universitas Airlangga.
Ia menegaskan bahwa kedai yang didirikannya tidak hanya ingin menjual produk tapi juga memiliki kepedulian terhadap lingkungan.
Menurut penjelasannya pemberian nama Omakaryo berasal dari Oma dalam Bahasa Manado berarti nenek dan Karyo adalah nama keluarga (kakek). Makna lain adalah Oma artinya rumah dan karyo adalah karya. Bisa disimpulkan Omakaryo artinya rumah untuk berkarya.
“Harapannya kedai ini akan menjadi tempat anak muda dalam berkarya, menyelesaikan tugas dan lainnya. Jadi tidak hanya tempat nongkrong saja,”katanya sembari tertawa.
Fakhri juga berharap, ke depan kedai yang dibanggunnya ini bisa dijadikan role model kedai-kedai lain agar tergerak untuk meminimalisir penggunaan sampah plastik.
Tak hanya itu, ia juga berharap kedai yang dirintisnya ini bisa bekerjasama dan membantu pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dan membuka lapangan kerja bagi masyarakat sekitar.
Sulviana, pengunjung Kedai mengungkapkan Kedai Omakaryo emberkan nuansa berbeda bagi pengunjung seprti dirnya yang membutuhkan ruang rehat. Apalagi menu maanan dan minuman yang disajikan sudah akrab di lidahnya.
“Nuansanya sejuk dan rasanya seperti kabur dari kepenatan Surabaya ke pedesaan. Padaha masih di Surabaya,”tegasnya.