Polemik Terkait Sistem Komandante Belum Berakhir, Oknum Pengurus DPC PDIP Sukoharjo di Laporkan Calegnya
SUKOHARJO – Konflik yang terjadi di tubuh Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) terkait sistem komandante belum berakhir.
Yang terbaru, dua caleg korban sistem internal Komandante melaporkan dugaan pemalsuan dokumen yang dikeluarkan DPC PDIP Sukoharjo ke Polres Sukoharjo, Senin (7/10/2024). Mereka adalah Ngadiyanto dan Aristya Tiwi.
Diketahui, sebelum melangkah ke jalur hukum, keduanya telah berupaya mencari penyelesaian dengan melayangkan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Semarang serta melakukan upaya hukum melalui Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Namun upaya tersebut tidak menemui titik temu, sehingga keduanya memutuskan untuk membawa masalah ini ke ranah hukum pidana.
Wasyim Ahmad Argadiraksa, selaku kuasa hukum keduanya mengatakan, pelaporan ini mengarah kepada tindak pidana pemalsuan dokumen yang diduga dilakukan oleh oknum pengurus partai DPC PDI Perjuangan Sukoharjo berinisial N.
“Hari ini kami melaporkan berupa pertama surat pengunduran diri, penarikan calon terpilih dan surat kesediaan pengunduran diri dari calon legislatif dalam hal ini adalah klien kami (Ngadiyanto dan Aristya Tiwi Pramudiyatna),” kata Wasyim, Senin (7/10/2024).
Dia menyebut, bahwa pelaporan ini dilakukan setelah ditemukan adanya kejanggalan. Yakni pertama nomor surat yang sama di surat yang berbeda.
“Suratnya berbeda yakni surat penarikan pencalonan terpilih dan surat pengunduran diri, masing-masing surat tercatat tanggal 3 Mei 2024, namun nomor surat sama,” ujarnya.
Kemudian, yang kedua adanya perbedaan di kop surat. Dimana di kop surat berbunyi DPC PDIP Sukoharjo diisi surat di DPD Jawa Tengah. Lalu ketiga, terkait dengan kejanggalan adanya bentuk tanda tangan dari ketua DPC PDIP Sukoharjo Wardoyo Wijaya yang diduga bukan tanda tangan asli alias telah dipalsukan.
Bahkan terkait dengan surat pernyataan pengunduran diri dari calon disitu waktu penandatanganan, tanggal bulan dan tahun di kosongkan.
“Jadi waktu penandatanganan tanggal 8 Februari 2024, di dokumen berbunyi 24 maret 2024,” ujarnya.
Menyikapi adanya temuan kejanggal tersebut, keduanya melaporkan tindak pidana pemalsuan dokumen sebagaimana ketentuan pasal 263 KUHP. Dalam laporan turut diserahkan barang bukti berupa dokumen yang mengarah ke pemalsuan dokumen dari DPC PDIP Sukoharjo, juga surat pernyataan pengunduran diri.
“Kami berharap klien kami mendapat haknya kembali, karena pada faktanya klien kami sebagi calon anggota DPRD terpilih,” tandasnya.