Mahasiswa Jatim Gelar Teatrikal, Tolak Rencana Kenaikan Harga BBM

SURABAYA – Sejumlah mahasiswa dari organisasi yang tergabung dalam Rumah Kebangsaan Jawa Timur (Jatim) menyuarakan penolakan rencana pemerintah menaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Aksi penolakan para mahasiwa ini digelar dalam aksi teatrikal dihalaman Rumah Kebangsaan Jatim, Jalan Jemursari, Surabaya, Kamis (1/9/2022). 

Ketua Umum KAMMI Jatim, M Fachrurrozi mengungkapkan, rencana kenaikan harga BBM yang dilakukan pemerintah memang tak lepas dari tingginya harga minyak mentah dunia hingga di atas US$100 per barel.

“Kenaikan harga BBM bersubsidi akan berimbas terhadap daya beli masyarakat,” ujarnya usai menggelar protes melalui aksi teatrikal .

Alasannya, kenaikan BBM dinilai akan menyeret inflasi harga kebutuhan pokok, dan secara menyeluruh kebutuhan sekunder juga akan mengalami lonjakan harga. “Ditambah lagi, kondisi ekonomi masyarakat yang belum sepenuhnya pulih pasca pandemi Covid-19,” ucapnya.

Rozi mengatakan, selain resiko terhadap daya beli, kenaikan harga BBM bersubsidi diperkirakan bisa mengganggu iklim investasi di Indonesia.

“Kenaikan harga bahan bakar ditengarai memunculkan penolakan oleh pelbagai elemen masyarakat termasuk Rumah Kebangsaan Jawa Timur yang akan berpengaruh terhadap kepercayaan investor,” ujarnya.

Oleh karena itu, lanjut Roz, berikut ini merupakan pernyataan sikap elemen yang tegabung dalam Rumah Kebangsaan Jawa Timur terkait beredarnya isu kenaikan harga BBM yang diduga kurang seriusnya pemerintah dalam pengalokasian subsidi BBM.

“Serta terdapatnya aktivitas mafia migas yang mengganggu terhadap stabilitas BBM nasional,” ucapnya.

Berikut adalah lima point tuntutan terkait penolakan kenaikan harga BBM dari Rumah Kebangsaan Jatim:

  1. Menuntut pemerintah untuk segera memperbaiki sistem pemberian subsidi agar tepat sasaran.
  2. Menuntut Kementrian Keuangan agar dapat memprioritaskan APBN untuk kesejahteraan masyarakat.
  3. Membentuk satgas pengawasan terkait penerimaan Bahan Bakar Minyak bersubsidi.
  4. Mengevaluasi kinerja BPH MIGAS karena tidak mampu menjalankan fungsi pengaturan dan pengawasan terhadap penyediaan dan pendistribusian Bahan Bakar Minyak.
  5. Mendorong percepatan transisi Energi Baru Terbarukan (EBT) melalui kebijakan-kebijakan pemerintah. (Yudha)