PMII Kritik Keras Kegagalan DPRD Solo Bahas RAPBD 2025
SOLO – Kegagalan DPRD Kota Solo membahas Rancangan APBD Solo 2025, sampai batas waktu akhir bulan November 2024 menuai banyak kritikan dari berbagai elemen masyarakat.
Sebagai lembaga yang mewakili rakyat, Lembaga ini dianggap kurang optimal dalam melakukan kinerja. Salah satu yang mengkritik keras gagalnya DPRD Solo membahas Rancangan APBD Solo 2025, adalah Ketua Pengurus Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kota Solo, Rifqi Hananto.
Menurut Rifqi, DPRD Kota Solo seharusnya bekerja maksimal dan membuat kebijakan yang berpihak kepada rakyat.
“Sangat disayangkan apabila pada periode tahun 2024 ini, DPRD Kota Solo kurang optimal dalam menjalankan kinerjanya. Banyak sekali produk-produk hukum yang belum terealisasi salah satunya adalah gagalnya membahas Rancangan APBD 2025,” ujarnya kepada media, Senin (2/12/2024)
Rifqi mengingatkan, seharusnya para legislator berpikir dan bertindak untuk kepentingan masyarakat. Jangan malah mengganjal kebijakan-kebijakan strategis untuk rakyat.
“Ada tendensi politik yang mengakibatkan kebijakan-kebijakan strategis yang seharusnya dapat direalisasikan untuk pembangunan dan kemajuan, tak dapat direalisasikan,” tambah dia.
Rifqi menambahkan, tendensi politis yang begitu kental di lembaga perwakilan rakyat pada akhirnya hanya merugikan masyarakat. Rakyat tidak bisa menikmati program yang baik.
“DPRD yang diberikan amanah oleh rakyat seharusnya bertanggung jawab atas kebijakan-kebijakan atau gagalnya kinerja-kinerja yang dilakukan oleh DPRD Solo itu sendiri,” ujar dia.
Sebagai legislator yang menjabat karena amanah dari rakyat, Rifqi menjelaskan, gerak langkah mereka seharusnya berorientasi kepada kemauan dan kebutuhan rakyat. Para legislator harus memikirkan dan bertindak untuk mewujudkan kemajuan kota dan kesejahteraan masyarakat. Jangan ada sifat egosentris demi kepentingan partai saja.
“DPRD Solo harus merepresentasikan hak-hak dan kemauan yang diharapkan oleh masyarakat agar kebijakan dan peraturan yang dibuat berorientasi untuk masyarakat,” urai dia.
“Jangan berpegang kepada egosentris dan kebijakan yang menguntungkan segelintir golongan dan parpol. Kebijakan harus berorientasi kemaslahatan dan kesejahteraan,” tutupnya.